#28 Sayang Barang – Bawaan Lupa – Atau Sindroma

Sayang Barang – Bawaan Lupa – Atau Sindroma

Sejak satu tahun lalu saya baru menyadari bahwa kita sekeluarga banyak menyimpan barang barang lama yang pada ketika ingin di buang itu selalu ada alasan muncul di kepala bahwa kita suatu saat akan memerlukannya lagi. Terutama pakaian, perabotan rumah tangga dan buku buku yang semakin nambah dan tidak jelas mau disimpan dimana kalau di buang pun sayang sebab kondisi ada masih baru atau jarang dipakai atau belum dibaca. Setiap kali saya bebenah timbul kembali pemikiran seperti diatas dan berbisik alasan yang sama kenapa saya ingin menyimpannya maka saya hanya membersihkan debu yang menempel dan tidak mampu mengurangi isi dari lemari itu.

Lain hari mungkin ada dua – tiga perabotan tua yang saya buang karena nilai pungsi sudah berkurang hingga mudah untuk disingkirkan tapi bagaimana dengan barang-barang lain dan juga bookcase di kamar kerja yang isinya tidak beraturan walau sudah saya bedakan katagorinya tapi mata ini selalu menjadi galau jika saya melihatnya tapi karena belum bisa berpisah dengan buku buku itu untuk sementara ini saya cuekin dan berharap saya akan mampu mensortir buku buku kesayangan tersebut terutama buku-roman jadul, resep jadul dan variasi buku pedoman, comic, dll.

Banyak dari buku-buku tersebut sudah tidak saya ingat ketika bebenah buku itu cuma begeser sedikit dari tempatnya yang lama dan masih menumpuk tinggi. Sampai saya berpikir apakah ini bawaan lupa atau sindroma atau kurang fokus hingga kehilangan oriantasi yang sebenarnya ingin dilakukan. Anehnya saya menyadari sekali bahwa sikap saya ini kurang baik dan tidak boleh berlarut-larut di diamkan. Segera saya mencari tahu dimana titik lemahnya kenapa saya berat banget membuang buku, barang – perabotan lama. So sebagian barang memang mempunyai nilai sendiri sendiri di kenangan saya yang mana ingin rasanya saya simpan terus sampai saya tua atau di bawa untuk mengisi rumah liburan saya bersama sanak keluarga.

Dengan hal yang barusan saya paparkan itu membuat rasa worri sedikit dan mencari tahu ciri-ciri sindroma penumpukan, maka bersyukur saya tidak termasuk ke katagori syndrome itu tapi bukan berarti saya pasrah dengan sikap dan kebiasaan ini saya sudah harus bisa melakukan aktion pilah-pilih barang yang dibutuhkan dan membuang yang tidak dibutuhkan, apakah itu berupa sepatu, pakaian, peralatan kebun dan perabotan lainnya.

“Bagaimana dengan suami…!” tiba tiba pernah suami saya nyeletuk ketika saya menceritakan hal ini beberapa bulan lalu. Saya hanya berguman dikit menanggapinya “Ha Ha..” tidak lucu kelesss..! Suami hanya nyengir saat mendengar jawaban datar saya.

Sindrom c.h (compulsive hoarding), sindrom ini adalah sebuah penyakit yang rata-rata pengidapnya tidak merasa dan mengetahui bahwa ia mengidap suatu penyakit (pemaksaan) dari hal meng-koleksi / mengumpulkan suatu benda tampa mengetahui keuntungan dari nilai barang tersebut. Di sisi lain menurut pendapat para dokter specialis pysikologi pasien-pasien ini mempunyai kelemahan yang berbeda-beda dan ada hubungan trauma lama di masa lampau atau atas dasar kehilangan orang yang di cintai. Pasien / orang yang mengidap penyakit sindrom ini hidup di alam sadar mereka dan dari hasil penelitian pengidap penyakit sindrom c.h keseringan menimpa orang-orang tua atau bekas veteran perang yang mana telah banyak di temukan di negara Amerika dan Europa.

Menurut pakar pysikologi tipe-tipe pasien sindrom c.h terbagi lima tipe dengan level yang berbeda ada yang ringan, menengah dan kronis. karena ini sudah merupakan suatu penyakit terutama veteran perang maka pemerintah negara ybs. menyalurkan penyembuhan melalui terapis dan biaya dapat dibayar dengan asuransi. Betapa memprihatinkan kehidupan pasien itu dari dokumentar film yang saya lihat rata- rata mereka tidak ada daya dan ter-isolasi dari lingkungan dan masih banyak contoh lain berasal dari trauma lama yang susah di hilangkan serta terlambat di ketahui penyakitnya baik oleh pihak famili dan kedokteran.

Entahlah apakah di Indonesia jenis penyakit ini dikenal masyarakat atau apakah pihak medis sudah ada ketertarikan dalam pengarahannya terhadap orang yang mengalami ganguan sindrom ini (compulsive hoarding) dan jika ya, semoga biaya pembayaran bisa di alihkan melalui bpjs karena perobatan terapis tidak bisa begitu saja sembuh dalam jangka pendek. (saya bukan pihak medis dan cerita ini hanya berdasarkan atas pengamatan sendiri dari dokumentar film dan membaca artikel ttg hal ini) dan jika Anda ada pertanyaan dalam sindroma C.H : hubungin dokter Anda.

Seketika setelah membaca keterangan medis tentang sindroma itu saya segera mengatur membuat schedule pembuangan barang tak terpakai semaksimal mungkin saya coba mengurangi ini dan kurangi itu dan membuat suasana rumah tidak terlalu padat dan masih ada sisi kosong di setiap ruang, sedangkan perabotan dapur masih belum bisa saya singkirkan dan banyak ngumpat diam di dalam laci-laci lemari. So semoga saya bukan c.h dan saya tidak punya bawaan lupa.. mungkin saya hanya penyayang barang dan sedikit malas, lol (menghibur diri).

Pagi ini saya lega karena akhirnya dapat memutuskan membuang satu kantong pakaian tak terpakai dan empat buah tas batik yang lemnya sudah terkelupas alias kendur yang selama dua tahun tas itu cuma tersimpan dengan harapan dapat diperbaiki padahal membeli tas baru akan lebih murah di banding harga perbaikan.

Nah.. mensortir sepatu, jakets, perabotan masak dan perlengkapan kebun/teras saya masih ada kesulitan karena disini terdiri dari empat musim yang mana setiap musim membutuhkan ketebalan sepatu dan pakaian yang berbeda beda. Sedangkan perabotan dapur juga sulit di pilah pilih dan dibuang karena saya hobi masak dan backing.. jadi tahu kan kenapa saya bingung menguranginya.

Apakah ini sebuah alasan seorang sindroma?

Tinggalkan komentar